MENTAL MISKIN

Kopi dicangkir itu tinggal setengah, beberapa semut terlihat mondar-mandir menikmati dan mengabarkan kepada temannya kalau ada makanan yang bisa dinikmati.

Pemilik kopi itu terlihat termenung sembari memperhatikan beberapa semut yang mengejek tepat di depannya. Topi sudah sedari tadi tergeletak di meja. Tak henti-hentinya tangannya mengurai rambut yang kumal dan jarang terkena air itu. Dia memang kerap datang dan duduk sendirian di warung kopi. Dan pojokan adalah tempat favoritnya.

Pikirannya berkecamuk, seolah menjadi muara pertemuan dari beberapa masalah yang ditemuinya selama seharian ini.

Habis tenaga dia menggurutu, bukan lagi karena gagal dalam asmara, bukan, lebih dari itu, remaja tanggung itu kini dibuat kesal oleh pelaku penyalahgunaan dana.

Di desanya, kemiskinan masih menjamur, tentu hal tersebut membuatnya kurang nyaman, meskipun ada beberapa golongan yang terima-terima saja dan tanpa protes berada dan menyantap jamur-jamur kemiskinan tersebut, dan remaja tanggung itu tidak sedang memikirkan orang dari golongan itu.

Kali ini dia sedang sedikit resah dengan Pendidikan yang kurang merata saja. Pemerintah setempat telah berusaha membantu menjebol salah satu dari beberapa faktor penghalang yang berpotensi menghalangi lancarnya pemerataan Pendidikan. Sampe setahun sebelum tahun itu datang, pemerintah desa tersebut telah memusatkan fikirannya untuk menyambut dan menanggulangi segala kemungkinan dalam dunia Pendidikan yang bakal terjadi.

Termasuk salah satunya adalah anggaran kucuran dana yang pendistribusiannya dikhusukan kepada para orang yang-maaf- kurang mampu untuk membayar Pendidikan. Pemerintah setempat telah  berusaha barbaik hati memberikan suntikan dana agar Pendidikan bisa tersalurkan secara merata.

“ah bangsat emang”. Sesekali dia memaki disela kepulan asap rokoknya.

Bagaimana tidak, upaya yang sudah dilakukan pemerintah untuk penanggulangan tersebut dicemari para orang-orang brengsek serakah yang selalu pengen ikut menikmati meskipun sebenarnya itu bukan porsi yang disediakan untuk dia.

Namun yang Namanya naluri hewani pasti ada saja yang melihat peluang untuk memanfaatkan hal tersebut. Beberapa orang sampe rela mengaku dan berusaha menampakkan bahwa dirinya itu miskin, meskipun sebenarnya berbanding terbalik. Miskin apa? Wong gadget mereka saja rata rata seri terbaru semua kok.

Gadget versi terbaru memang bukan tolak ukur sebuah kekayaan. Saya tau kalau anda pasti akan mencekal hal ini. Karena memang di zaman sudah sedemikian rupa ini, untuk mendapatkan barang yang kita mau, kita tidak perlu membayar dimuka. Tapi begini, mengapa kemampuan dalam hal gaya hidup tersebut tidak selaras dengan mental yang cenderung miskin dan justru malah merugikan?.

Loh merugikan bagaimana?.

Begini, for your information, suntikan dana tersebut itu memang sasarannya bukan anda orang-orang mampu yang sok ngaku miskin hanya karena supaya dapat bantuan. Bukan. Sasarannya adalah orang-orang yang benar-benar tidak mampu dalam hal financial yang mempunyai minat dalam Pendidikan. Sebenarnya itu.

Nah dengan anda memproklamirkan diri sebagai orang miskin, tentu secara tidak langsung anda juga mengambil kesempatan saudara atau teman anda yang benar-benar memiliki keterbatasan biaya.

Ditengah lamunan sinisnya, salah satu teman dari remaja tanggung ini datang menyapa.

“kok sendirian?”.

“iya sengaja, emang lagi pengen sendiri”. Lesu remaja tanggung ini menjawab.

“what happen brow?, whats wrong with you?”. Selidik temannya.

“im just angry with someone tolol yang serakah sama bantuan”.

Harap dimaklumi, remaja tanggung ini sedang berusaha belajar Bahasa inggris, jadi dia sesekali mencampuradukan Bahasa dalam obrolannya, dan tetap memakai Bahasa Indonesia kepada kata yang dia belom tau apa Bahasa inggrisnya”.

“bantuan? Bantuan apanih maksudnya?”. Tanya temanya.

“bidikmisi”. Jawab remaja tanggung itu.

  

Comments

Popular Posts