KELAM

 

            Beberapa waktu  lalu, salah satu platform berita di daerah saya menayangkan adanya penyerangan oleh salah satu perguruan silat kepada warga kampung setempat. Berita semacam ini tidak hanya terjadi sekali saja, bisa dibilang sering terjadi, dan rata-rata jika sudah tertangkap pelakunya, identitas yang muncul selanjutnya adalah nama perguruan pencak silat mereka. Why?

            Seketika saya menghubungi beberapa teman dan saudara dari beberapa perguruan yang berbeda untuk menemukan jawaban atas apa yang saya resahkan. Pertanyaan mendasar saya adalah tentang apa faktor yang mendasari mereka untuk melakukan tindakan arogansi tersebut.

            Yoga, salah satu saudara yang ikut salah satu perguruan pencak silat juga, ketika saya tanya perihal tersebut dia menjawab dengan mendasar, “sebenarnya tidak ada mas perguruan pencak silat yang mengajarkan harus memusuhi ini dan itu, pelatihan justru lebih personal kepada diri sendiri untuk lebih waspada dan berhati-hati, karena dia membawa nama baik perguruan dimana dia belajar”.

“lalu apa kira-kira hal yang mendasari itu semua?’.

“kalau menurutku pribadi sih ya masalah internal mereka masing-masing, mas. Mungkin beberapa dari mereka ada masalah pribadi dengan orang tersebut, setauku sih ya gitu”.

            Kok saya kurang lega mendengar jawaban tersebut, malah semakin banyak pertanyaan yang muncul, maksud saya begini, saya tau konsep loyalitas itu bagaimana, tapi kalau loyalitasnya adalah loyalitas buta, ya gak fair. Pasalnya, mungkin yang terlibat dalam akar masalah tersebut cuma satu atau beberapa orang saja, tapi kemudian yang terkena coreng dan buruk citranya adalah semua orang yang ada di dalam lingkaran itu. Itu kan ga adil.

            Rasa-rasanya hampir sama seperti siklus tawuran turun temurun antara sekolah satu dengan sekolah lainnya. Saya sendiri yakin, jika ada rivalitas yang sifatnya turun temurun, hampir bisa dipastikan sebagian besar dari mereka kurang paham atau mungkin bahkan tidak tahu akar masalah sebenarnya. Jadi ya Cuma ikut-ikutan saja.

            Menjunjung tinggi nama lembaga itu memang harus, karena itu wujud bakti dan terima kasih karena sudah memberikan pelajaran yang belum diketahui sebelumnya. Tapi masalahnya hal-hal seperti ini sering ditumpangi dengan kepentingan pribadi.

            Para pelaku tindak arogan itupun saya rasa demikian, mereka sadar akan banyaknya massa dikubu mereka, sehingga kepala mereka semakin mendongak ketika melakukan hal hal yang berpotensi menimbulkan kerusuhan. “ah teman-temanku banyak kok, santai saja”. Mungkin demikian.

            Tindakan arogansi, dimanapun, dan apapun bentuknya, itu tidak dibenarkan. Penghakiman sepihak tidak akan menemukan dan bukan merupakan solusi terbaik dari sebuah permasalahan.

Bersambung.........

                       

 

 

Comments

Popular Posts