Doesn't last long !
Untuk ukuran pelajar yang tanggal 15 keatas sudah kesusahan makan, sepertinya membeli barang-barang branded itu sangat tidak dianjurkan. Lha bagaimana, ketika sudah jelas suatu masalah, apalagi masalah itu permanen, maksudnya setiap menjelang akhir bulan selalu begitu, harusnya kan me-manage atau mengevaluasi ulang siklus perekonomiannya, bukan malah berfoya-foya. Ini pentingnya sebuah skala prioritas. Harusnya setiap individu itu mempunyai skala prioritas yang jelas, mana yang sifatnya primer dan mana yang sifatnya sekunder. Tentu bukan sebuah masalah membeli barang branded, tapi jika diakhir bulan sudah diprediksi bakal ada suatu kebobolan ekonomi, ya mending dipending dulu.
Masalahnya begini, virus harus mengikuti perkembangan itu nampaknya sudah hampir menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, terutama remaja yang baru bisa mencari uang sendiri, dia merasa berhak melakukan dan membeli apapun, toh itu juga hasil dari keringatnya sendiri. Tapi mohon maaf, sesuai dengan nama "trend", itu sendiri sudah menunjukkan bahwa dia tidak akan hanya berhenti sampai disitu, dia sudah pasti akan mengalami perubahan dan perkembangan. Apapun itu, entah dari fashion, otomotif, elektronik dan yang lain-lainnya. Karena semakin hari persaingan semakin ketat. Para produsen akan terus berinovasi yang terbaik untuk produknya, tujuannya adalah untuk menarik minat dari para konsumen. Maka andaikan detik ini ada suatu produk " A" yang menggemparkan jagad industri, percayalah, dalam hitungan waktu, produk "A" tersebut akan lenyap dimakan produk-produk baru yang akan dilahirkan.
Jadi tidak perlulah terlalu ngotot untuk memeliki sesuatu yang hanya sebatas pemenuhan keinginan. Tapi ini juga tidak berlaku untuk semua orang tentunya, bagi mereka --yang dalam bahasa jawa dikatakan--"nyaduk-nyaruk dadi duwet", yang artinya "langkah dan langkahnya jadi uang", ya fine fine aja, karena memang ada yang digunakan. Hal ini hanya berlaku pada manusia manusia di paragraf pertama tadi, yang menjelang akhir bulan sudah mulai terkenal namanya di angkringan atau warung warung sekitarnya.
Blackberry, dulu adalah stereotip untuk kalangan selebriti. Dengan spesifikasi super yang ditawarkan dan jelas harganya yang mahal. Tapi itu dulu, sekarang harga blackberry tidak lebih mahal dari touchcreen hp hp cina. Dan populasi pengguna blackberry pun sudah punah, kenapa? Ya karena tergerus keadaan. Bbm dulu adalah alat komunikasi yang ramah karena biayanya agak lebih murah dari sms atau pesan biasa yang memakan pulsa. Tapi seiring waktu berjalan bbm sepertinya kalah panggung dipasaran. Dan itu nyata, jika kita bertemu dengan orang baru yang kita tanyakan adalah nomor whatsapp bukan pin bbm.
Yamaha crypton, yang sempat gagah ditahun 90an, mengapa saya bilang gagah, karena ayah saya pernah cerita kalau zaman beliau kuliah dulu di tahun 90-an awal, motor itu hanya bisa dimiliki oleh mas mas yang berkantong tebal. Tentu sama dong seperti slogan mesin pencetaknya, iya, "semakin di depan".
Tapi sekarang coba dilihat berapa harga motor itu dipasaran dan seberapa banyak peminatnya, dengan catatan kondisi harus original, bukan yang sudah dimodifikasi. Sangat drastis bung kalau dibanding dengan yamaha vixion. Iya, semua hanya soal waktu, jadi ndak usah terburu-buru dalam mengambil keputusan. Apalagi keputusan tersebut condong dan berasal hanya dari sebuah keinginan, bukan kebutuhan.! It's not good.
Tapi sekarang coba dilihat berapa harga motor itu dipasaran dan seberapa banyak peminatnya, dengan catatan kondisi harus original, bukan yang sudah dimodifikasi. Sangat drastis bung kalau dibanding dengan yamaha vixion. Iya, semua hanya soal waktu, jadi ndak usah terburu-buru dalam mengambil keputusan. Apalagi keputusan tersebut condong dan berasal hanya dari sebuah keinginan, bukan kebutuhan.! It's not good.
Comments
Post a Comment