Kewajaran dalam kebencian !
Saya sadar kalau suatu kebencian itu memang sudah diharuskan ada. Tidak bisa tidak.
Dan sudah kita ketahui bersama adanya pemakluman dalam sebuah kebencian, misal, "Oh wajar, wong dia orang baik, kok, ya pasti ada orang jahat yang membencinya." kalimat tersebut--bagi saya--memang sengaja diucapkan hanya untuk sebuah hiburan, maksudnya begini, kalimat itu diucapkan agar supaya yang bersangkutan atau yang dibenci tadi tetap tegar hatinya dan kuat mentalnya serta tidak perlu memperdulikan itu. Oke, baik. Tapi disisi lain ada juga yang "Oh wajar saja dia dibenci, lha wong dia jahat kok".
Pertanyaan lalu muncul, kalau kita mau sedikit ber-dikotomi, dikasus yang pertama, yang melakukan kebencian adalah orang jahat karena tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh orang baik tadi. Tapi dikasus kedua, siapakah yang melakukan kebencian pada orang jahat?, apakah orang baik?, ataukah yang sama-sama bergenre jahat dengannya?. Atau bagaimana?.
Sebenarnya apa yang salah disini?.
Tiba-tiba saya mendapat bisikan entah dari mana, bisikan itu begini " sepertinya, sepertinya loh ya ini, jadi jangan dipatenkan, yang kurang pas adalah sebuah pemakluman atas kebencian itu tadi, kebencian tidak harus dan jangan sampai diberi pemakluman, karena kalau sampai pemakluman itu diberikan, pemakluman tersebut akan berkembang dan bisa jadi digunakan sebagai media atau alibi pendukung juga. Misal begini, si A benci dengan si B, dan si A memberitahu si C kalau dia benci dengan si B. Ternyata si C ini kebetulan ada sedikit masalah juga dengan si B tapi dia tidak berani menyuarakannya. Tapi berhubung si A sudah bilang begitu, akhirnya si C setuju dan malah mendukung kebencian tersebut. Ini kan bahaya.
Kasus ini bisa saja tidak terjadi, andaikan si C ini orangnya netral atau tidak punya masalah dengan B, dan juga si C ini ternyata dewasa, jadi meskipun dia ada gesekan dengan B tapi dia tidak langsung ikut tersulut. Tapi apakah seisi dunia ini semua orang punya kedewasaan?.
Tapi bisikan dan analogi tersebut diatas tidak harus dipercaya, karena memang kondisi bisa berubah suatu saat dimanapun dan kapanpun.
Saya tidak mengharuskan kepada semua orang untuk mencegah tumbuh berkembangnya suatu kebencian, karena memang sepertinya sangat susah sekali. Yang terpenting sekarang adalah sikap dewasa untuk terus menjaga kekebalan, kestabilan dan kekokohan diri supaya tidak mudah ikut-ikutan terbakar, meskipun, mohon maaf, kita berpotensi untuk terbakar juga.
Dan yang lebih penting dari semua itu adalah, mbok ya bersikap gentle, kalau benci sama orang itu gausah mengajak yang lain. Kalau benci ya sendiri aja. Sebenarnya sangat kasihan sekali melihat orang yang terprovokasi ikut ikutan membenci sesuatu yang sebenarnya tidak benar-benar ia pahami. Kesannya kelihatan bodoh sekali. Lha gimana? Dia disuguhi makanan yang sebenarnya beracun tapi dengan dengan dibisiki "ini bergizi loh", lalu dengan serta merta dia memakannya dengan lahap tanpa tersisa. Endingnya bisa ditebak kan?, iya, tewas mengenaskan. Dan sudah pasti yang meracuni ini tidak akan mau disalahkan.
Penduduk negara tercinta ini, beberapa hari terakhir sangat berisik sekali. Mereka berlomba-lomba mengkritik DPR yang dirasa tidak memenuhi atau melenceng dari apa yang harus dikerjakannya. Sebuah kritik memang harus ada, tapi jangan lupa, kritik hanya akan menjadi tumpukan sampah kalau tanpa dibarengi dengan saran. Mengkritik DPR boleh-boleh saja, tapi ya harus fair dong, kasih sarannya juga. Itu kalau benar-benar ingin pembaruan sih. Kalau kritik tersebut disasarkan kepada DPR hanya karena anda tidak setuju jika konten "vulgar" tersebut diblokir, ya mending diem aja deh.
"Loh, kamu pro DPR berarti?."
"Hahaha DPR itu apa sih?, DPR masak gitu?, fungsinya apa DPR itu?, emang harus ada ya?.
" oh berarti kamu ga pro dan ga suka dengan DPR".
"Bukan ga suka, tapi ga nganggep".
Kebanggaan yang tidak dibanggakan.
Saya kerap mengkritik balik orang yang mengkritik sesuatu yang sebenarnya kritikan tersebut tidak sesuai, atau bisa dibilang orang tersebut hanya ikut-ikutan mengkritik biar kelihatan update.
Pernah suatu kali salah seorang tokoh dari jombang yang saya kagumi dihujat habis-habisan. Sebagai pengagum, tentu saya agak sedikit resah. Tapi keresahan saya bukan keresahan konyol yang langsung menyerang balik tanpa bekal apapun. Saya amati terus, ternyata dari tuduhan-tuduhan yang dituduhkan itu tidak benar sama sekali. Akhirnya saya mencoba bermediasi dengan si pengkritik tadi, saya mengirimkan "sapaan", tapi sering kali "sapaan" yang saya kirimkan berakhir sia sia, tanpa respon. Awalnya saya mencoba berbaik sangka dulu, siapa tahu pesan saya tidak dibalas karena sedang tidak memegang ponselnya, tapi ternyata tidak lama kemudian orang ini memposting lagi dengan rasa yang "menggiring" untuk ikutan membenci. Tapi kenapa "sapaan" saya tadi tidak dibalas?, akhirnya saya berkesimpulan bahwa orang seperti ini susah diajak berdialog, inginnya bersuara terus tanpa mau mendengar suara yang lainnya.
PSID jombang, asing sekali nama itu ditelinga selain orang-orang jombang. Bahkan mungkin yang orang jombang saja belum tentu ngerti kalau ada club sepakbola di kotanya. Eh bukan tidak mengerti, tapi lebih tepatnya, mungkin, tidak peduli. Ketika PSID selalu kalah dalam pertandingan, sangat banyak sekali orang yang dengan entengnya menghujat. Tapi hujatan-hujatan yang keluar tersebut tanpa dibarengi dengan saran atau solusi agar bagaimana tim ini tidak melulu kalah. Baik dari segi management, internal pemain, atau mungkin kurangnya dukungan suporter.
Semua itu tidak mereka perhatikan, yang penting hujat aja dulu.
Iseng saya pernah mengirim chat menanyakan apa yang seharusnya dievaluasi dari keluruhan tubuh PSID ke beberapa orang yang melayangkan caciannya di grup. Tapi seperti kejadian yang pertama, chat saya hanya berakhir sia-sia tanpa ada respon apapun.
Terakhir, tulisan ini tidak bermaksud menggiring siapapun ke dalam apapun. Tulisan ini hanyalah sebuah reaksi dari turahnya lambe masyarakat kita. Jadi kalau anda tidak setuju atau tidak terima dengan tulisan ini, saya persilahkan melayangkan reksi juga. Kalau tidak mau reaksi tertulis, boleh bereaksi dengan apapun.
Dan sudah kita ketahui bersama adanya pemakluman dalam sebuah kebencian, misal, "Oh wajar, wong dia orang baik, kok, ya pasti ada orang jahat yang membencinya." kalimat tersebut--bagi saya--memang sengaja diucapkan hanya untuk sebuah hiburan, maksudnya begini, kalimat itu diucapkan agar supaya yang bersangkutan atau yang dibenci tadi tetap tegar hatinya dan kuat mentalnya serta tidak perlu memperdulikan itu. Oke, baik. Tapi disisi lain ada juga yang "Oh wajar saja dia dibenci, lha wong dia jahat kok".
Sebenarnya apa yang salah disini?.
Semua itu tidak mereka perhatikan, yang penting hujat aja dulu.
Comments
Post a Comment