TAK SEPERTI BIASANYA

Kalau menurut penanggalan yang ada, seharusnya beberapa harilagi romadhon tiba. Dan menurut kebiasaan yang ada,  biasanya para pekerja dan anak anak yang sekolah diluar daerahnya atau yang merantau itu semuanya pulang, termasuk Karman. Tapi itu biasanya, dan sepertinya kali ini kebiasaan itu mungkin tidak bisa dilakukan oleh semua orang, bukan hanya Karman.

Negeri Karman tercinta sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Ada semacam wabah yang kini menyerang negerinya itu. Entah apa namanya, tapi yang jelas wabah itu sudah luas menyebar keseluruh daerah ditempatnya. 

Konon katanya, orang-orang yang bertempat tinggal atau berasal dari daerah yang terkena wabah tersebut sangat berpotensi untuk menularkan wabah tersebut. Dan ternyata daerah yang Karman tempati sekarang masuk ke dalam zona merah, artinya, daerah yang dia tempati sekarang adalah daerah yang sudah positif terkena wabah tersebut, bahkan ada beberapa yang sudah meninggal dunia. Kesimpulannya, perhatian lebih akan diberikan kepada para pemudik yang pulang ke pangkuan rumahnya.

Kekhawatiran Karman akan hal itu sudah pasti ada, dia takut menjadi biang dari penularan wabah tersebut. Untuk tambahan informasi, yang paling banyak terserang wabah tersebut adalah orang-orang yang berusia lanjut, itu yang paling banyak, meskipun sebelumnya juga ada balita yang meninggal karena wabah tersebut. 

Hampir setiap hari ponsel miliknya berbunyi, iya, ibunya selalu menanyakan keadaanya. 
“kamu jadi pulang atau tidak?, kalau jadi, kapan?.”

Hampir setiap panggilan pasti kalimat itu selalu ditanyakan. Sejujurnya dia juga ingin pulang, tapi mau bagaimana, selain karena wabah, disini dia juga bekerja dan pekerjaannya tidak ada libur. Operasional tetap dijalankan sebagaimana biasanya karena tempat dia bekerja adalah berhubungan dengan jasa, itu tandanya ditengah wabah seperti ini dimana semua orang memilih berdiam diri dirumah, job di tempat dia bekerja akansemakin bertambah banyak. 

Sebenarnya Karman sempat berfikir untuk lewat jalur belakang saja, artinya dia tidak perlu lapor dan tetek bengek lainnya, tapi setelah difikir-fikir ulang, sepertinya sangat egois dan sangat bodoh sekali jika dia melakukan itu, karena bukan hanya dirinya sendiri yang dirugikan karena tidak tahu kondisi kesehatannya sendiri, tapi juga orang lain disekitarnya yang mungkin saja terancam bahaya.

Dibeberapa daerah pembatasan sosial sudah dilakukan dan kesiagaan lebih ditingkatkan, dan sepertinya segala sesuatu atau urusan akan dipersulit, emm, mohon maaf, bukan dipersulit, hanya saja tidak segampang biasanya. 

Dia membayangkan ramadhan kali ini adalah ramadhan yang sangat sepi, bagaimana tidak, segala aktifitas sosial sudah dibatasi, beberapa tempat yang tidak bisa lagi dijangkau dengan mudah, bahkan sudah beberapa kali sholat jumat dibeberapa wilayah ditiadakan, dan diganti dengan sholat dhuhur. Bahkan yang lebih keren lagi, disuatu perbatasan kota dilakukan sweeping, maksudnya, kendaraan yang ber-plat nomor bukan lokal akan ditanyai kepentingannya. 

Yang biasanya malam takbir adalah momen yang meriah dan indah, suara takbir saling bersaut-sautan, jalanan penuh sesak oleh yang bertakbir keliling, bermaaf-maafan dengan sanak keluarga dan sekitarnya, mungkin besok adalah malam takbir yang memaksa semua orang untuk tetap berdiam diri di rumah. 

Atau jangan-jangan memang kita dipaksa oleh yang maha berkuasa karena sudah terlalu banyak dosa dan salah. Ahhh entahlah.

Semoga saja ini semua cepat berakhir. 

~menjelang ramadhan, 2020


Comments

Popular Posts