Lebih baik diam !
Sebelumnya mohon maaf, sy menulis ini bukan berarti sy paling islami, dan juga sy bukannya sok sok an menafsiri ayat itu. Hanya saja mencoba menawarkan pandangan--yg mungkin--masih baru.
Begini, dalam al quran itu ada salah satu ayat yg berbunyi "lakum dinukum wa liyadien". Saya yakin hampir semua orang sudah pasti akrab dengan ayat ini, tidak menutup kemungkinan juga untuk yg beragama selain islam. "Loh, kok bisa?".
Ya soalnya hampir setiap sholat yg "jahr" ayat itu selalu dibawakan bro. Jadi kayaknya meskipun non muslim yg rumahnya berdekatan dengan masjid atau mushola, bisa dipastikan kayaknya akrab.
Kalau kita pakai bahasa aktifis, ayat itu bisa dibilang idealis. Jelas. "Bagi saya agama saya, bagi anda ya agama anda".
Nah kalau boleh dijabarkan dikit, jadinya akan begini "bagi saya ya hidup saya, hidup anda ya urusan anda".
Kalo kita berangkat dari perspektif ayat ini, dan kita cocokkan dengan keadaan sekarang, ini sangat tidak nyambung. Banget malahan tingkat ketidak-nyambung-annya. Jaman sekarang ini banyak orang sibuk ngurusin orang lain yang seharusnya nggak dia urusin, sampai sampai dia lupa kalau urusan dia atau hidup dia sudah tidak terurus lagi. Tagihan spp, uang listrik, beli buku anak, kredit kendaraan, itu yg seharusnya yg mereka urusin. Bukan malah ngurusin hidup orang diluar dia yg sama sekali tidak berpengaruh terhadap kehidupannya. Emangnya kalo anda ngurusin hidup orang, tagihan kredit bulanan akan lunas dengan sendirinya?.
Padahal, sepertinya rumus perdamaian itu ya menghindari hal seperti itu tadi. Tapi nampaknya masyarakat kita belum terbiasa dan mungkin juga tidak menerima dengan hal ini. Karena mindset mainstream, "tidak mengurusi berarti tidak peduli". Jadi kalo kita bilang "tidak usah ikut campur urusan orang", maka dengan otomatis mereka akan sama sekali tidak memperdulikan orang itu. Maka tidak menutup kemungkinan jika suatu saat orang ini terkena--katakanlah--musibah atau bencana, maka dengan serta merta pula-lah mereke akan bilang "loh katanya tidak boleh ikut campur".
Adudududuhh, apa yang ada dikepalamu wahai sahabat, begitu kotak kotak kah dunia ini. Sampai sampai ruang dan waktu saja kau tak pahami. Hidup mu hanya mengenal antara "YA" dan "TIDAK". Padahal dunia ini saja penuh dengan "BISA JADI" dan "BELUM TENTU"!.
Semua itu ada konteks ruang dan waktu, boskuuhh. Jadi tidak bisa rumus "tidak ikut campur secara keseluruhan itu dipakai". Ya tetep jangan sampai kita apatis terhadap keadaan sekitar, kalo ada tetangga yg tercekik hutang, ya harus kita bantu. Bukan malah cuek dan ngomong "itu kan urusan dia".
Nah saya menulis demikian ini pun ya sebenarnya sy ngurusin orang yang suka ngurusin orang. Iya, benar, saya juga tahu dan sadar betul dengan itu. Tapi kayaknya sy nggak mungkin membakar rumah anda kalau anda tidak duluan membakar gubuk saya. Jadi ini semua adalah akibat, sebabnya ya itu tadi.
Maka benar kalau sampai ada riwayat "berbicaralah yg baik, atau diamlah". Jelas kan?.
Sekian. Terima kasih
Begini, dalam al quran itu ada salah satu ayat yg berbunyi "lakum dinukum wa liyadien". Saya yakin hampir semua orang sudah pasti akrab dengan ayat ini, tidak menutup kemungkinan juga untuk yg beragama selain islam. "Loh, kok bisa?".
Ya soalnya hampir setiap sholat yg "jahr" ayat itu selalu dibawakan bro. Jadi kayaknya meskipun non muslim yg rumahnya berdekatan dengan masjid atau mushola, bisa dipastikan kayaknya akrab.
Kalau kita pakai bahasa aktifis, ayat itu bisa dibilang idealis. Jelas. "Bagi saya agama saya, bagi anda ya agama anda".
Nah kalau boleh dijabarkan dikit, jadinya akan begini "bagi saya ya hidup saya, hidup anda ya urusan anda".
Kalo kita berangkat dari perspektif ayat ini, dan kita cocokkan dengan keadaan sekarang, ini sangat tidak nyambung. Banget malahan tingkat ketidak-nyambung-annya. Jaman sekarang ini banyak orang sibuk ngurusin orang lain yang seharusnya nggak dia urusin, sampai sampai dia lupa kalau urusan dia atau hidup dia sudah tidak terurus lagi. Tagihan spp, uang listrik, beli buku anak, kredit kendaraan, itu yg seharusnya yg mereka urusin. Bukan malah ngurusin hidup orang diluar dia yg sama sekali tidak berpengaruh terhadap kehidupannya. Emangnya kalo anda ngurusin hidup orang, tagihan kredit bulanan akan lunas dengan sendirinya?.
Padahal, sepertinya rumus perdamaian itu ya menghindari hal seperti itu tadi. Tapi nampaknya masyarakat kita belum terbiasa dan mungkin juga tidak menerima dengan hal ini. Karena mindset mainstream, "tidak mengurusi berarti tidak peduli". Jadi kalo kita bilang "tidak usah ikut campur urusan orang", maka dengan otomatis mereka akan sama sekali tidak memperdulikan orang itu. Maka tidak menutup kemungkinan jika suatu saat orang ini terkena--katakanlah--musibah atau bencana, maka dengan serta merta pula-lah mereke akan bilang "loh katanya tidak boleh ikut campur".
Adudududuhh, apa yang ada dikepalamu wahai sahabat, begitu kotak kotak kah dunia ini. Sampai sampai ruang dan waktu saja kau tak pahami. Hidup mu hanya mengenal antara "YA" dan "TIDAK". Padahal dunia ini saja penuh dengan "BISA JADI" dan "BELUM TENTU"!.
Semua itu ada konteks ruang dan waktu, boskuuhh. Jadi tidak bisa rumus "tidak ikut campur secara keseluruhan itu dipakai". Ya tetep jangan sampai kita apatis terhadap keadaan sekitar, kalo ada tetangga yg tercekik hutang, ya harus kita bantu. Bukan malah cuek dan ngomong "itu kan urusan dia".
Nah saya menulis demikian ini pun ya sebenarnya sy ngurusin orang yang suka ngurusin orang. Iya, benar, saya juga tahu dan sadar betul dengan itu. Tapi kayaknya sy nggak mungkin membakar rumah anda kalau anda tidak duluan membakar gubuk saya. Jadi ini semua adalah akibat, sebabnya ya itu tadi.
Maka benar kalau sampai ada riwayat "berbicaralah yg baik, atau diamlah". Jelas kan?.
Sekian. Terima kasih
Comments
Post a Comment