millenial manja !

Dulu ketika dia menginjak bangku SMP, masih ada sedikit obsesi untuk menjadi juara kelas, meskipun tidak se-ngoyo dulu pas SD. Dan jiwa mbelink nya pun tetap subur. Pernah suatu waktu dipelajaran yang tidak disukainya, dia mengajak semua teman cowoknya meninggalkan kelas dan kemudian mereka mandi di sungai. Pak kepala sekolah yang mengetahui hal tersebut--karena guru pelajaran tadi melapor--, tentu sangat marah. Dengan segera dia datang ke kelas sesaat setelah segerombolan karman itu baru datang.
“siapa yang mimpin?” tanya pak kepala sekolah di dalam kelas.
Serentak mereka semua menjawab
“karman pak”.
Tanpa babibu lagi, tangan kepala sekolah tadi melayang dan kemudian mendarat di tiap tiap pipi mereka, dan hanya karman yang mendapat bonus 2kali karena dia telah divonis sebagai dedengkotnya.
Di zaman karman SMP, tindakan guru semacam itu tidak ada masalah, bahkan dibenarkan, karena memang ada satu waktu dimana siswa atau anak itu harus dididik dengan sedikit agak keras. Tapi di zaman ini? Jangankan menampar, mencubit agak keras aja bisa bisa laporan kepolisi dengan tuduhan melanggar HAM. 

Kita bisa melihat terjadi banyak hal disini: pertama, pada murid, terjadi degradasi mental yang mulai rapuh dengan tindakan guru. Sedikit saja tindakan guru, mereka sudah merasa disakiti atau diperlakukan semena-mena. Dikit-dikit lapor, dikit-dikit lapor, cemen banget ah. seandainya pohon jati di hutan itu bisa berbicara, maka mereka akan meneriaki anak manusia itu dengan "ahhhdasar kalian payah, gitu aja tersakiti, kita yang ditebang sembarangan saja masih tegar untuk tumbuh".

Yang kedua, pada orang tua, mereka terlalu memanjakan anak sehingga ketika anak merasa disakiti dan melapor, dengan sigap muncul lah rasa ketidakterimaan kepada guru. Padahal mereka belum tahu sebab sebab guru melakukan itu kepada anaknya. Bisa saja guru mulai terkuras kesabarannya akibat si anak yang terlalu over nakalnya.

Mungkin ada yang menyangkal karena memang orang tua itu peduli dengan anak, maka dari itu mereka tidak terima ketika hal yang tidak-tidak terjadi pada anaknya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, kepedulian seperti apa yang mereka maksud?
bukannya tindakan semacam itu tak lain hanyalah media untuk membentuk ‘rasa’ yang ada pada anak didik, supaya dia mengerti bahwa itu salah, dan dia harus mempertanggung jawabkannya, itu salah satunya. Berikutnya, supaya dia bisa belajar menghargai orang lain. Bayangkan kalau seumpama dikemudian hari dia tidak mengerti atau tidak bisa berinteraksi dengan baik dan sopan kepada sesama. Kalau sudah begini, siapa yang bakal repot? Siapa yang bakal malu? Sudah tentu orang tua juga terseret namanya.

Apakah kepedulian seperti ini yang dimaksud? 

Apakah mereka tidak peduli dengan kehidupan anak anak nya di kemudian hari kalau mereka "buta" tentang dirinya sendiri?
Maka, kepedulian itu harus dipahami betul betul dimana tempatnya dan kapan situasinya. Ndak masalah ada teguran sedikit dari guru tapi berguna untuk prosesnya ke depan. Dari pada dimanja tapi kemudian ketika dia dewasa dia tidak bisa meletakkan dirinya, artinya dia tidak tahu bagaimana harusnya menghadapi yang lebih tua, yang sepantaran, dan yang lebih muda. Kan gak lucu kalau dia sedang menghadapi orang tua tapi menggunakan metode yang seharusnya diberlakukan kepada anak kecil.

Semua itu tadi hanyalah sarana untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik kedepannya.
Kalau orang tua saya dulu bilang, guru itu digugu dan ditiru. Tapi sekarang malah dipelesetkan, guru itu; diguyu dan ditinggal turu. Ahhh sudahlah

Sekarang coba lihat guru guru yang gajinya tidak seberapa besar (non pns), tapi mereka harus membawa amanah yang sangat berat. Sudah sepantasnya memang kalau guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Gitu kok masih aja tega bikin perkara sama guru guru yang mulia itu hanya karena anak anak yang merasa dirinya di perlakukan keras sama gurunya.

sekadar usul saja, kalau takut hal semacam itu terjadi, maka anak anak kecil jangan dimasukkan ke dalam sekolah, bimbing aja sendiri di rumah, supaya anda tahu dan merasakan apa yang dirasakan oleh guru guru tersebut terhadap kelakuan anak anak itu.
Sekarang rasional saja, ketika guru bertindak sesuatu atau mengambil keputusan, sudah tentu ada suatu pelanggaran yang terjadi. Gak mungkin dong kalau anak anak itu rajin, pinter, patuh, berada di jalan yang benar, kok terus dihukum, kan gak etis.

sekarang semua keputusan ada ditangan anda.!


Comments

Popular Posts